![]() |
ilustrasi |
Bandarlampung
– Dua calon gubernur Lampung kontestan Pilgub 2018 memiliki rekam jejak (track
record) sebagai terduga pelaku kejahatan luar biasa. Keduanya yakni cagub nomor
2 Herman HN dan cagub no 3 Arinal Djunaidi diduga terlibat tindak pidana
korupsi (tipikor).
Meski pakar
hukum memiliki pandangan berbeda mengenai korupsi adalah kejahatan luar biasa
namun selagi negara belum meratifikasi statute roma maka korupsi dapat disebut
kejahatan luar biasa mengacu pada Undang-Undang KPK. Herman HN terseret dugaan
korupsi perizinan teluk Lampung dan kasusnya ditangani Jampidsus Kejagung
bahkan pernah diperiksa intensif oleh Tim Kejagung di Kantor Kejati Lampung.
Meski kasusnya
berakhir dengan dihentikannya penyelidikan tanpa press release oleh Kejagung, namun diawal saat meledaknya isu
korupsi ini sempat terdengar isu dugaan suap terkait reklamasi teluk lampung
dari pengusaha besar di Lampung. Mengenai hal itu, tim kejagung enggan
mengklarifikasi informasi tersebut. Akan tetapi, dari kasus-kasus suap yang
melibatkan kepala daerah mayoritas terkait perizinan.
Dalam proses
reklamasi teluk Lampung, Pemkot Bandar Lampung menggunakan kop surat Pemerintah
Provinsi Lampung ditandatangani oleh Walikota Bandar Lampung Herman HN. Diantaranya
Keputusan Walikota Bandar Lampung nomor :790/I.01/HK/2015 dan nomor
887/I.01/HK/2015.
Irama penanganan
kasus korupsi di Kejagung terhadap Herman HN yang berakhir senyap juga terjadi
terhadap kasus Arinal Djunaidi di Kejati Lampung. Cagub no 3 ini dilaporkan
masyarakat dengan dugaan korupsi APBD 2015 saat menjabat Sekdaprov Lampung. Bahkan
berdasarkan data yang dilaporkan era Kajati Syafrudin telah ditemukan kerugian
negara sebesar Rp 480juta dari hasil perhitungan tim penyidik.
Dari dua
kasus besar yang ditangani Kejaksaan, Pengamat Hukum dari Universitas Lampung
Yusdianto berpendapat, masih adanya kelemahan pola penanganan perkara. Sebab komitmen
memberantas korupsi tidak diikuti dengan transparansi oleh aparat penegak
hukum, terlebih perkara yang ditangani melibatkan pejabat hingga kepala daerah
yang menjadi sorotan publik.
“seharusnya
kejati tidak menutup-nutupi persoalan (perkara Arinal) itu, sudah semestinya
penyidik transparan dan menjelaskan ke publik,” ujar Yusdianto, Kamis
(15/3/2018)
Begitu juga
Kejagung, lanjut dia, kasus dugaan korupsi reklamasi teluk Lampung pun
seharusnya digelar jumpa pers untuk menjelaskan perkembangan perkara dan bila
menurut jaksa penanganannya harus dihentikan juga dijelaskan alasan tersebut. “dari
dua perkara ini masyarakat akan menilai kinerja Kejaksaan,”singkatnya.(ww)
0 komentar: